Langsung ke konten utama

Selamat datang!



Selamat datang!
(fonetika: akhirnya gw ngeblog lagi!)

Ini sebenernya blog gw yang ke-sekian setelah berulang kali mencoba menuliskan sesuatu namun terlalu remeh dan tak layak dipublikasikan (maka untuk itulah Twitter tercipta). Juga karena gw selalu lupa alamat email dan password, jadi ga ada salahnya toh kalau gw bikin baru. Wkwk. Nama blog ini gw ambil dari komposisi kontroversial karya Jhon Cage: 4'33" (four thirty three)

Mengapa demikian?
Sini duduk sini, gw jelasin.

Sebenarnya gw pengen kasih nama "Cinta yang tak Tersalurkan" tapi berhubung kepanjangan dan kesannya tragis gitu makanya gw ganti 4'33" yang bermakna "sunyi"

Hah?
Kok bisa?

Jadi gini lho, karya ini adalah sebuah silent piece yang berisi tanda diam dari awal hingga akhir selama empat menit tiga puluh tiga detik. Dan selama rentang waktu itu Cage mencoba menuliskan resep untuk peka terhadap bunyi-bunyian yang masuk dalam komposisi 4'33". Sehingga dalam setiap  pertunjukannya, suara audiens, pemusik dan lingkungan sekitar berbaur tanpa bingkai hingga menyarukan batasan antara yang musik dan yang non-musik. Hal inilah yang membuat 4'33" menarik: ia menerima banyak kemungkinan suara (percayalah, satu-dua suara tidak selalu seru)

So, ke depannya blog ini bakal berisi berbagai "suara" yang terdengar dari kesunyian. Tidak selalu penting, tapi lumayan lah untuk membuang waktu barang semenit-lima menit. Wkwk.

Pokoknya di sini gw cuman pengen merayakan sunyi.
Karena di dalam sunyi terdapat banyak makna bunyi.




- G 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seni LDR

“ Long distance relationships through mobile communication generally becomes poor because of the weak signals and ends up due to jammed networks ”  ― Amit Abraham Kalimat di atas gw comot dari penulis buku terkenal Rules of Attraction : Get The One You Admire , Amit Abraham . Buat sebagian orang, signal hilang atau putus-putus adalah momok yang lumayan ngeselin. Ga jarang orang jadi teriak-teriak pas lawan bicara di seberang sana bolak-balik cuman bilang “Apa? Apaan? Ga denger” lalu kita-nya naikin nada bicara, trus yg diseberang sana malah ngira kita marah. Lalu kita-nya bete beneran dan mood awut-awutan. Karena selain jarak, agama dan budaya, beda operator internet juga merupakan tantangan tersendiri buat kaum LDR. Tapi yha gimana ... LDR adalah sebuah keputusan final beberapa orang dalam membina hubungan. Karena memang cinta jatuhnya tak tentu arah (wkwk). Ndak, alasannya tentu tidak sepragmatis itu. Alasan lain adalah kadang orang nggak nemu pasangan yang punya

Review Film The Mummy (2017)

The Mummy Director: Alex Kurtzman Years: 2017 The Mummy pertama kali tayang tahun 1999 (gw masih SD) dan ini adalah film pertama yang bikin gw jatuh cinta (sejatuh-jatuhnya) sama spiritualitas Mesir kuno. Waktu itu gw sampe mlongo ngeliat si Evelyn (Rachel Weiz) ngejelasin proses mumifikasi ke Rick O’connel (Brendan Fraser) mengeluarkan organ dalam, lalu menempatkannya pada guci-guci kecil, kecuali jantung. Karena organ inilah yang nantinya akan ditimbang di Hall of Ma’at ( tempat penghakiman ) oleh Anubis ( dewa kematian ) apakah manusia tersebut layak tinggal di kerajaan Osiris ( dewa utama dalam mitologi Mesir kuno ) atau malah habis dicaplok Ammut ( dewi berkepala buaya, berbada n singa dan berkaki belakang kuda nil ). Penjelasan dewa-dewa di film ini berkutat pada Horus anak Osiris, sang pemberi hidup dan Anubis sang maut. Menurut gw pribadi The Mummy (1999) adalah titik tolak skuel filem mumi-mumi berikutnya: The Mummy Returns (2001) dan The Mummy Tomb of Dragon