The Mummy
Director: Alex Kurtzman
Years: 2017
The Mummy pertama kali tayang tahun 1999 (gw masih
SD) dan ini adalah film pertama yang bikin gw jatuh cinta (sejatuh-jatuhnya)
sama spiritualitas Mesir kuno. Waktu itu gw sampe mlongo ngeliat si Evelyn (Rachel Weiz) ngejelasin proses mumifikasi
ke Rick O’connel (Brendan Fraser) mengeluarkan organ dalam, lalu menempatkannya
pada guci-guci kecil, kecuali jantung. Karena organ inilah yang nantinya akan
ditimbang di Hall of Ma’at (tempat penghakiman) oleh Anubis (dewa kematian) apakah manusia tersebut layak
tinggal di kerajaan Osiris (dewa utama dalam mitologi Mesir kuno) atau
malah habis dicaplok Ammut (dewi berkepala buaya, berbadan singa dan berkaki belakang kuda nil). Penjelasan
dewa-dewa di film ini berkutat pada Horus
anak Osiris, sang pemberi hidup
dan Anubis sang maut.
Menurut gw pribadi The Mummy (1999) adalah titik
tolak skuel filem mumi-mumi berikutnya: The Mummy Returns (2001) dan The Mummy
Tomb of Dragon Emperor (2008) sebenernya masih ada film yang diambil dari
sub-cerita The Mummy Returns, The Sorpion King (2002) dan skuel-skuelnya,
berhubung ga nyambung sama bahasan filem ini jadi ga usah dibahas yah.
Oke, lanjut.
Jadi The Mummy Tomb of Dragon Emperor-lah yang mulai
mengenalkan “mumi” dari belahan dunia lain. Sayangnya mumi dari China ini kurang
menarik di pasaran. Gw pribadi kehilangan semangat petualangan O’connel yang
dulu, juga Evelyn (she’s not Rachel Weiz
and that’s awful) chemistry-nya pada O’connel juga terkesan “dipaksa”
kesannya jadi seperti “okelah aku mau cinta sama kamu karena kamu pilihan
bapak-ku” lalu perjalanan cinta mereka sepanjang filem seperti cinta yang “ya
udah lah, dijalani aja” tapi overall oke
lah ya. Gw jadi tahu sedikit sejarah Great
Wall dan mistical beast-nya
China: Yeti.
Nah, pokoknya gitu.
Semenjak kemunculan trailer pertamanya pada bulan Desember 2016 lalu, gw agak pesimis
sama The Mummy (2017). Gw kira ini filem bakal gelap banget kayak Silent Hill, Lights Out, atau Husk. Ternyata nggak! Gw masih ngerasain
formula hibrida horror (80%) dan komedi (20%) emang bukan tipe lucu yang bikin
ngakak ga jelas sih, tapi tetep fresh ala The Mummys sebelumnya. Filem ini menceritakan
seorang putri mahkota gagal bernama Ahmanet (Sofia Boutella). Ia gagal menjadi seorang ratu Mesir
dikarenakan sang ratu melahirkan lagi seorang putera, sehingga anak inilah yang
kelak meneruskan tahta sang ayah. Kesal dengan situasi yang mulai berubah,
akhirnya Ahmanet melakukan ritual pemanggilan Seth (dewa perang, penguasa gurun) untuk melancarkan aksinya merebut tahta. Gw sempat heran
kenapa Seth yang dipilih untuk
merepresentasikan kematian dan bukan Anubis
yang memang dewa kematian. Usut punya usut ternyata Seth memiliki peran protagis dalam mitologi Mesir kuno. Ia pernah
dikisahkan membunuh Osiris sang dewa
utama. Agaknya inilah yang membuat terpilihnya Seth sebagai the devil dalam
filem ini. Alur cerita lumayan menegangkan, sayangnya beberapa dialog Jenny Halsey (Annabelle Wallis) agak
kurang natural. Kalimat-kalimat yang seharusnya mengalir alamiah jadi terkesan
nempel gak pada tempatnya. Untungnya dari lima kalimat utama hanya satu atau
dua yang demikian. Sedangkan untuk akting cukup diacungi jempol. Pokoknya nggak
rugilah nonton The Mummy ini.
-
G
Komentar
Posting Komentar